Rabu, 30 April 2014

PROSES-PROSES PEMBENTUKAN TANAH



Proses-Proses Pembentukan Tanah
Istilah proses pembentukan tanah adalah penjelasan tentang perubahan-perubahan biofisik dan kimia yang menjadikan pelapukan pada bagian litosfer yang tampak di permukaan air. Secara nyata menunjukkan bahwa proses fisik secara  alamiah dan langsung berpengaruh nyata terhadap pelapukan batuan melalui perubahan temperatur, peningkatan dan penurunan temperatur yang berpengaruh terhadap pemuaian dan penyusutan yang tidak seragam sehingga secara fisik terjadi retakan.
Hasil retakan tersebut memberikan ruang yang memungkinkan air masuk, hewan kecil masuk maka terjadilah proses kimia, seperti hidrolisa, terbetuknya garam serta matinya hewan-hewan  kecil sebagai bahan organik. Proses-proses penyinaran, hujan, hidrolisis, kepunahan hewan berlangsung lamban tetapi pasti sehingga dalam periode tertentu tanah akan terbentuk.
Tanah yang terbentuk dari  berbagai proses fisik, kimia dan biologi menghasilkan lapisan-lapisan yang berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya baik sifat   fisik, kimia   maupun sifat   biologinya. Dalam istilah tanah, lapisan tersebut dikenal   dengan  nama  horison. Penampakan vertikal dari tanah yang terdiri atas horison-horison   disebut   profil   tanah . Adapun  proses-proses tersebut antara lain :
a. Proses fisik
Proses pelapukan fisik (disintegration) dikenal juga dengan nama proses mekanik,     hal ini disebabkan oleh proses perubahannya meliputi perubahan wujud/fisik dari suatu materi atau benda. Faktor yang berpengaruh dalam proses ini adalah:  naik turunnya suhu (temperatur), air dan aktivitas biota. Batuan merupakan benda padat yang tidak dapat tetapi   batuan yang mengalami pemanasan secara kontinu akan menyimpan panas dalam tubuhnya yang berakibat terjadinya reaksi pada mineral-mineral penyusunnya.
Mineral yang tersusun atas kristal-kristal akan merefleksikan panas yang diterima     melalui bidang kristalnya sehingga kelebihan panas yang diterima dapat membuat mineral terbelah ataupun pecah baik melalui bidang belah ataupun tidak. Mineral-mineral yang   terbelah  ataupun  pecah, memperlihatkan  retakan pada  tubuh   batuan, yang  sedikit-demi   sedikit  akan semakin besar sehingga batuan pecah menjadi ukuran yang lebih kecil.
Perbedaan suhu yang ekstrim juga dapat menyebabkan pelapukan fisik pada batuan. Hal ini dapat terjadi pada daerah beriklim kering (Arid), dimana suhu pada siang hari sangat   tinggi dan pada malam hari sangat rendah. Hal ini mengakibatkan batuan yang berwarna     lebih gelap lebih cepat hancur dibanding  batuan yang  berwarna terang. Batuan  yang berwarna gelap akan menyerap lebih banyak panas pada siang hari dan lambat mengeluarkannya pada  malam hari sehingga reaksi  pada   kristal  mineralnya akan lebih  intens terjadi sehingga batuan lebih mudah hancur.


Proses perubahan suhu udara dapat menimbulkan hujan. Air hujan yang jatuh ke  permukaan bumi memiliki tenaga mekanik yang dapat mengikis permukaan batuan dan mempercepat pelapukan fisik. Proses pengisian celah retakan pada batuan  oleh air  dapat  mempercepat penghancuran batuan. Terlebih pada daerah yang beriklim dingin, dimana air yang mengisi celah akan membeku yang mengakibatkan pertambahan volume, sehingga batuan menjadi mudah dihancurkan.
Pengangkutan batuan dari suatu tempat ke tempat lain oleh air juga dapat menyebabkan pelapukan secara fisik. Akar-akar tanaman masuk ke dalam batuan melalui   rekahan-rekahan yang kemudian berkembang mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk menghancurkan batuan tersebut.
b.    Proses kimiawi
Hidratasia adalah  proses   penambahan   molekul   air   dalam   struktur   mineral,   tetapi molekul air yang masuk ke dalam struktur mineral tidak terdisosiasi.
         Contoh:
2Fe2O3 + 3H2O →2Fe2O3 . 3H2O
Hematite merah        Hematit kuning

CaSO4 + 2H2O →CaSO4 .  2H
Anhidrit                 Gipsum
Oksidasi dan reduksi adalah proses penambahan dan pengurangan oksigen yang berakibat pada bertambah atau berkurangnya elektron (muatan negatif) dalam penguraian dan pembentukan mineral.
Contoh:
2FeS2 + 7H2O + 15O →2Fe(OH)3 + 4H2SO4
Pirit                                       Geotit

Karbonatasi  dan Asidifikasi adalah proses pelapukan kimia akibat reaksi mineral dengan Asam. Asam ini dihasilkan dari reaksi CO2 yang dihasilkan dari dekomposisi bahan   organik dan air hujan dengan air tanah. Meskipun H2CO3   yang dihasilkan dari bahan   organik merupakan asam lemah (mudah       terurai   menjadi     gas    CO2     dan    H2O),     tetapi   sangat    efektif  meningkatkan kerapuhan kristal mineral.
Contoh: 
 2KAlSi3O8 + 2H2CO3- →H4Al2Si2O8 + K2CO3 + 4SiO2
Orthoklas       Asam karbonat        Kaolin                      Kuarsa

Hidrolisis  adalah   proses pergantian   kation dalam struktur kristal mineral oleh ion H+  dari molekul H O.
Contoh :
KAlSi3O8 + H2O →HAlSi3O8 + KOH
Orthoklas                  Kaolin        Kalium hidroksida

Pelarutan adalah proses pelapukan kimia oleh media Air, terutama air yang mengandung   ion-ion   seperti:   CO2,   HCO3 ,   NO3 ,   dan   asam-asam lainnya. Air,    selain  menjadi media dalam meningkatkan  pelarutan mineral juga sebagai   media   dalam   melarutkan  (leaching) hasil  penguraian   senyawa   dari mineral   dan   bahan   organik.
Proses   podsolisasi  (horizon   A   yang   berwarna pucat), dan desilikasi   (pengurangan silika dari   horison) terjadi akibat intensnya proses pencucian. Sedangkan       akibat sebaliknya dari  proses pencucian terjadi  penumpukan hasil pencucian pada  horison   yang  lebih dalam berupa proses salinisasi dan alkalinisasi (penumpukan garam- garaman)     serta  proses  ferrolisis (penimbunan besi  dan   aluminium yang membentuk mineral sesquioksida).

Proses Biologi
Faktor utama dalam proses biologi adalah aktivitas dekomposisi bahan organik oleh mikroba di dalam tanah yang mengubah N-organik menjadi N-anorganik sebagai   bahan   penyusun   tubuh   mikroba.   Proses ini   akan   menghasilkan asam organik yang mempercepat proses pelapukan kimia mineral. Selain itu untuk melindungi  akar  tanaman   dari   bakteri   yang   merugikan   maka   akar   tanaman juga   menghasilkan   asam-asam   organik  yang   dapat   mempercepat   pelapukan kimia dan fisik pada batuan.



Horisonisasi
Pembentukan horison tanah dihasilkan dari kehilangan, transformasi, dan translokasi sepanjang waktu tertentu pada bahan induk. Contoh sejumlah proses penting yang menghasilkan horison tanah antara lain :
       1.  penambahan bahan organik dari tanaman terutama pada topsoil
       2.  transformasi     yang    diwakili   oleh   pelapukan     batuan   dan    mineral    dan
           dekomposisi bahan organik
       3.  hilangnya/larutnya komponen dapat larut oleh pergerakan air melalui tanah
           yang membawa serta garam-garam dapat larut
       4.  translokasi yang diwakili oleh pergerakan mineral dan bahan organik dari

           topsoil ke subsoil
Pembentukan Horison A dan C Pengaruh dekomposisi bahan organik.                Humifikasi : membentuk humus   pada   topsoil   yang   turut   mempengaruhi   warna   dari   topsoil   yang   lebih gelap   dibanding   lapisan   dibawahnya. Topsoil   ini   kemudian   dikenal   dengan HORISON  A.    Terkadang      horison   A  disebut   Ap,   huruf   p   menunjukkan pembajakan, atau penggunaan tanah untuk diolah, budidaya atau sebagai lahan pertanian.
Horison yang tepat berada langsung diatas bagian bahan induk yang telah mengalami perubahan disebut sebagai HORISON C. Pembentukan horison E (Eluviasi) atau horison pencucian yang lebih banyak terjadi pada tanah-tanah hutan dibandingkan di daerah padang rumput. Warna horison E biasanya lebih terang (putih). Pembentukan HORISON O pada tanah-tanah organik   yang pada umumnya terbentuk     didaerah    yang   sering   tergenang    air  seperti   danau    dengan    air dangkal,   rawa-rawa   yang   memungkinkan   terakumulasinya   gambut   (bahan organik)    akibat   kurangnya     oksigen    yang   membantu      proses   dekomposisi. Tanah     yang    terbentuk    kemudian      dikenal    sebagai tanah organik yang mempunyai horison O. 
Ini adalah penjelasan tentang tahapan dalam proses pembentukan tanah.
Tahap I : Pada tahap ini permukaan batuan yang tersingkap di permukaan akan berinteraksi secara langsung dengan atmosfer dan hidrosfer. Keadaan ini akan menyebabkan permukan batuan ada pada kondisi yang tidak stabil. Pada keadaan ini lingkungan memberikan pengaruh berupa perubahan – perubahan kodisi fisik seperti pendinginan, pelepasan tekanan, pengembangan akibat panas (pemuaian), juga kontraksi (biasanmya akibat pembekuan air pada pori – pori batuan membentuk es), yang menyebabkan terjadinya pelapukan secara fisik (disintegrasi). Pelapukan fisik ini membentuk rekahan – rekahan pada permukaan batuan (Cracking) yang lama kelamaan menyebabkan permukaan batuan terpecah – pecah membentuk material lepas yang lebih kecil dan lebih halus.
Kemudian selain itu, akibat berinteraksinya permukan batuan dengan lapisan atmosfer dan hidrosfer juga akan memicu terjadinya pelapukan kimiawi (Dekomposisi) diantaranya proses oksidasi, hidrasi, hidrolisis, pelarutan dan lain sebagainya. Menjadikan permukaan batuan lapuk, dengan merubah struktur dan komposisi kimiawi material batuannya. Membentuk material yang lebih lunak dan lebih kecil (terurai) dibanding keadaan sebelumnya, seperti mineral – mineral lempung.
Tahap II : Pada tahap ini, setelah mengalami pelapukan bagian permukaan batuan yang lapuk akan menjadi lebih lunak. Kemudian rekahan – rekahan yang terbentuk pada batuan akan menjadi jalur masuknya air dan sirkulasi udara. Sehingga dengan proses – proses yang sama, terjadilah pelapukan pada lapisan batuan yang lebih dalam. Selain itu, Pada tahap ini di lapisan permukaan batuan mulai terdapat calon makhluk hidup (Organic Matter).
Tahap III : Pada tahap ini, di lapisan tanah bagian atas mulai muncul tumbuh – tumbuhan perintis. Akar tumbuhan ini membentuk rekahan pada lapisan – lapisan batuan yang ditumbuhinya (mulai terjadi pelapukan Biologis). Sehingga rekahan ini menjadi celah/ jalan untuk masuknya air dan sirkulasi udara.
Selain itu, dengan kehadiran tumbuhan, material sisa tumbuhan yang mati akan membusuk membentuk humus (akumulasi asam organik). Pada dasarnya humus memiliki sifat keasaman. Proses pelapukan akan dipicu salah satunya oleh adanya faktor keasaman. Sehingga dengan hadirnya humus akan mempercepat terjadinya proses pelapukan. Pembentukan larutan asam pun terjadi pada akar-akar tanaman. Akar tanaman menjadi tempat respirasi (pertukaran antara O2 dan CO2) serta traspirasi (sirkulasi air).
Air yang terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah akan membawa asam humus yang ada di lapisan atas melalui rekahan – rekahan yang ada. Menjangkau lapisan batuan yang lebih dalam. Ini semua akan menyebabkan meningkatnya keasaman pada tanah yang kemudian akan memicu terjadinya pelapukan pada bagian-bagian tanah serta batuan yang lebih dalam. Membentuk lapisan – lapisan tanah yang lebih tebal.
Dengan semakin tebalnya lapisan-lapisan tanah, air yang tefiltrasi ke dalam lapisan tanah dapat melakukan proses pencucian(leaching) terhadap lapisan-lapisan yang dilaluinya. Sehingga tahapan ini merupakan awal terbetuknya horizon-horozon tanah.
Tahap IV : Pada tahap ini, tanah telah menjadi lebih subur. Sehingga tumbuhlah tumbuhan – tumbuhan yang lebih besar. Dengan hadirnya tumbuhan yang lebih besar, menyebabkan akar – akar tanaman menjangkau lapisan batuan yang lebih dalam. Sehingga terbentuk rekahan pada lapisan batuan yang lebih dalam. Pada tahapan ini lapisan humus dan akumulasi asam organik lainnya semakin meningkat. Seperti proses yang dijelaskan pada tahap – tahap sebelumnya, keadaan ini mempercepat terjadinya proses pelapukan yang terjadi pada lapisan batuan yang lebih dalam lagi.
Kemudian pada tahap ini juga terjadi proses pencucian yang intensif. Air yang ter-infiltrasi(meresap) ke dalam lapisan – lapisan tanah membawa mineral – mineral yang ada di lapisan atas dan mengendapkannya pada lapisan – lapisan dibawahnya. Sehingga terbentuklah akumulasi mineral – mineral tertentu pada lapisan – lapisan tanah tertentu membentuk horizon tanah. Horizon – horizon tanah ini mengandung komposisi unsur serta karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

sumber :
1. Foth, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science. 8Ed. John Wiley & Sons. New York.
2.  Singer, M.J. and D.N. Munns. 1991. Soils An Introduction. 2nd. Macmilan Publishing Company. New York.
3.  Van Breemen, P. Buurman, R. Brinkman. 1992. Processes in Soils.  Text for    Course    J050-202,    Dept.   Soil  Science    and   Geology,    Agricultural University Wageningen.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Tulisannya gak keliatan
Alay